Teknik mengerem
Namanya belajar balap motor, dari mana lagi yang paling pol kalau tidak
dari Valentino Rossi, legenda balap motor dunia yang sejak hampir 15
tahun masih aktif dan masih terus berusaha melampaui rekord Agostini.
Trik-trik Rossi dalam balap terus berubah seiring perkembangan dari
zamannya GP500, 990 cc hingga 800 cc saat ini. Doi terbukti sebagai
pembalap yang paling bisa menyesuaikan diri (atau motornya yang
menyesuaikan dengan kehendak Rossi???) dengan segala perubahan karakter
motor dan perkembangan teknologi.
Teknik balap Rossi
ini dibahas cukup panjang di majalah PS yang berkesempatan "diajarin"
langsung oleh the Doctor di Donington Park yang tahun depan tinggal
sejarah bagi MotoGP. Oleh karena itu, daripada membuat malu nama negara
dengan terus menerus membaca gratis, akhirnya setelah mengadakan sidang
darurat yang cukup sengit dengan segenap menteri dan direksi, saya
putuskan membeli majalah ini (dumplang!!!! Beli majalah aja kaya mau
beli Sukhoi).
Berhubung teknik balap cukup banyak
plus komentar dari maestro lainnya seperti Doohan dan Schwantz, maka
artikel "Teknik Balap Rossi" akan dibagi menjadi beberapa bagian. Pada
kesempatan kali ini, kita bahas trik mengeremnya.
Menurut
Rossi, secara umum membawa motor 880 cc saat ini tidak bisa seagressiv
era 990 cc atau 500 cc, dimana tangan kanan pembalap menjadi
satu-satunya traction control alami. Jika pembalap tidak cermat menjaga
speed dan racing line, ya say goodbye pada pembalap lainnya yang lebih
cepat di lintasan. Mengerem, rolling di tikungan dan gas pol menjadi
sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan! Masa peralihan dari
mengerem, menikung dan berakselerasi di kelas 800 cc harus halus dan
menuntut kepekaan sang riders.
Bagaimana cara
Rossi mengerem? Rossi mengerem dengan 3 jari secara habis-habisan
(dengan 2 jari, Rossi merasa kurang yakin), baru sesaat sebelum masuk
tikungan rem sedikit dikendurkan dan bersiap-siap untuk rebah. Saat
mengerem habis di fase awal, tangan diluruskan untuk menahan gaya
kinetik. Badan (pantat-red) dimundurkan hingga mentok ke belakang untuk
menjaga kestabilan roda belakang. Saat sebelum memasuki tikungan, tangan
dan kedua lutut diregangkan keluar untuk membantu pengereman. dengkul
di arah yang berlawanan dengan tikungan dikeluarkan untuk membantu
pengereman (rem udara kali ya???), sedangkan kaki sebelah dalam
diturunkan layaknya balap Supermoto. Menurut Rossi, trik ini sebenarnya
bagi dia sendiri hanyalah sebuah refleks, belum ada penelitian yang
mengatakan trik ini membuat pembalap dapat lebih singkat dan membutuhkan
jarak lebih sedikit dalam pengereman. Ia juga menambahkan, trik ini
membuatnya merasa dapat mengerem lebih keras.
Stoner
dan Pedrosa pun mengatakan hal yang sama. Hanya saja, Stoner mengakui
teknik ini juga mempengaruhi keseimbangan dan titik berat. Pedrosa
sebaliknya tidak banyak komentar layaknya the Doctor. Kata Pedrosa, cuma
refleks dan membantu dalam pengereman keras dan lebih dekat dengan
tikungan. Ketika ditanya lebih lanjut, kenapa tidak dari tahun-tahun
kemarin ia menggunakan trik ini, Pedrosa menjawab: Sekarang kami
mengerem lebih dekat dengan tikungan, tambah dekat.... (berarti
tahun-tahun kemarin ga serius dong??!!!! Apa tidak mau ngaku ikut-ikutan
Rossi??!!!).
Lanjut Bro...
Rossi mengatakan, doi mengerem 95 persen dengan ban depan dan 5% dengan ban belakang, Beda dibandingkan saat 500cc dan 990cc, saat itu dia menggunakan juga rem belakang untuk menstabilkan motor, sedangkan di zaman 800 cc, tugas ini diambil alih peranti elektronik. Yang 5 % itu di kelas 800 cc ya porsi remnya, sedikit memang, tetapi dibandingkan 0% lebih baik kan? Intinya, di kelas 800 cc rem belakang berfungsi untuk pengereman yang 5 % itu, sedangkan masalah stabilitas diambil alih peranti elektronik. (kita tinggalkan bagian agak membingungkan ini....)
Rossi mengatakan, doi mengerem 95 persen dengan ban depan dan 5% dengan ban belakang, Beda dibandingkan saat 500cc dan 990cc, saat itu dia menggunakan juga rem belakang untuk menstabilkan motor, sedangkan di zaman 800 cc, tugas ini diambil alih peranti elektronik. Yang 5 % itu di kelas 800 cc ya porsi remnya, sedikit memang, tetapi dibandingkan 0% lebih baik kan? Intinya, di kelas 800 cc rem belakang berfungsi untuk pengereman yang 5 % itu, sedangkan masalah stabilitas diambil alih peranti elektronik. (kita tinggalkan bagian agak membingungkan ini....)
Saat
mulai memasuki tikungan, rem sebisa mungkin dilepas sedini mungkin,
tentunya tanpa harus keluar dari racing line. Berbeda dengan 990 cc yang
bisa mengerem hingga masuk dalam tikungan, 800 cc menuntut teknik balap
berbeda. Jika teknik mengerem hingga masuk dalam tikungan di kelas 990
cc masih digunakan, pembalap di kelas 800 cc akan kehilangan kecepatan
di tikungan. Di kelas 990 cc, hilangnya rolling speed akan dikejar
dengan akselerasi yang lebih brutal dibandingkan kelas 800cc. Karena
itulah, kecepatan di tikungan untuk kelas 800 cc lebih penting, dan
lebih sesuai dengan karakteristik motor keseluruhan. Makanya pembalap
yang over agressiv dengan gaya balap superbike tidak terlalu berkembang
di kelas 800 cc!
Menurut Rossi, untuk bisa cepat
di tikungan, dirinya berusaha mencari batas dimana ban depan tidak
kehilangan traksi saat menikung sambil mengerem. Di kelas 800 cc,
pembalap tidak bisa menggunakan teknik sliding dengan ban depan untuk
mengurangi kecepatan, ya karena itu tadi, pada intinya motor 800 cc
tidak mengerem ke dalam tikungan sedalam motor 990 cc. Kalau masih
ngotot, ya kecepatan di tikungan terlalu turun! Rossi menambahkan, momen
saat mulai melepas tuas rem sangat menentukan, sebab terlambat 10 meter
saja, maka hilanglah kecepatan maksimal di tikungan (kalau kecepetan,
ya jadilah kaya DePuniet tahun lalu yang hobi nge-gravel). Jadi, sebisa
mungkin tuas rem dilepas sedini mungkin, sebab di kelas 800 cc yang
paling menentukan adalah kecepatan saat motor rebah! Nah makanya Yamaha
berjaya di 800 cc!
Ketika memasuki tikungan,
tangan harus rileks dan berusaha untuk menemukan line yang tepat. Saat
merebahkan motor menjadi moment yang menentukan, apakah linenya didapat
atau tidak. Untuk dapat mempertahankan motor di line balapnya, Rossi
menggunakan badan dan dengkulnya. Nah bagaimanakah Rossi menaklukkan
tikungan? Tips-tips apa yang digunakan the Doctor untuk membuatnya
menjadi sosok yang paling ditakuti pembalap lain di tikungan? Adakah
tips dari Rossi yang bisa dipraktikkan saat mudik? Tunggu saja minggu
depan........
Kata Wayne Rainey, sang juara dunia 500cc 1990, 1991 dan 1992 (pada tahun 1991):
Di
kelas 500 cc tidak ada engine brake, ban depan sliding saat memasuki
tikungan, jika saya memasuki tikungan itu terlalu cepat. Pada intinya,
begini cara kerjanya: kamu rebahkan motor dan berusaha untuk mendapatkan
feeling yang bagus di roda depan. Kalau kamu merasakan bagian depan
bergerak dan ban depan perlahan menjadi tidak stabil, lebih jatuhkan
badan kamu sedikit ke dalam tikungan. Ban depan akan sliding, dan
kecepatan akan berkurang.
Untuk "menangkap" ban
depan yang sliding memang agak "tricky". Saya harus mengerahkan
semuanya: rem belakang, lutut saya dan tubuh bagian atas saya.
Kata Mick Doohan, sang juara dunia 500cc 1994-1998 (pada tahun 1991):
Beberapa
pembalap merebahkan motornya tanpa benar-benar menikung, meskipun
motornya rebah, arahnya tetap saja lurus. Di atas 500 cc pada intinya
sliding lebih banyak terjadi di roda belakang. Jika roda depan sliding,
topang badan kamu dengan lutut (di atas lintasan) dan berusaha untuk
tetap tenang. Untuk dapat menjaga motor tetap pada racing line, selama
rebah kamu harus "menggantung" ke setang dan mengarahkan arah roda depan
ke arah luar/ berlawanan dari tikungan. Selain itu, kamu juga bisa
mengendalikan dengan memberi bobot ke footstep. Menurut perhitungan
saya, peranan tangan dan kaki disini 50:50.
sumber : http://corneringlovers.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar