Jumat, 25 Oktober 2013

Teknik mengerem 

Namanya belajar balap motor, dari mana lagi yang paling pol kalau tidak dari Valentino Rossi, legenda balap motor dunia yang sejak hampir 15 tahun masih aktif dan masih terus berusaha melampaui rekord Agostini. Trik-trik Rossi dalam balap terus berubah seiring perkembangan dari zamannya GP500, 990 cc hingga 800 cc saat ini. Doi terbukti sebagai pembalap yang paling bisa menyesuaikan diri (atau motornya yang menyesuaikan dengan kehendak Rossi???) dengan segala perubahan karakter motor dan perkembangan teknologi.
Teknik balap Rossi ini dibahas cukup panjang di majalah PS yang berkesempatan "diajarin" langsung oleh the Doctor di Donington Park yang tahun depan tinggal sejarah bagi MotoGP. Oleh karena itu, daripada membuat malu nama negara dengan terus menerus membaca gratis, akhirnya setelah mengadakan sidang darurat yang cukup sengit dengan segenap menteri dan direksi, saya putuskan membeli majalah ini (dumplang!!!! Beli majalah aja kaya mau beli Sukhoi).
Berhubung teknik balap cukup banyak plus komentar dari maestro lainnya seperti Doohan dan Schwantz, maka artikel "Teknik Balap Rossi" akan dibagi menjadi beberapa bagian. Pada kesempatan kali ini, kita bahas trik mengeremnya.
Menurut Rossi, secara umum membawa motor 880 cc saat ini tidak bisa seagressiv era 990 cc atau 500 cc, dimana tangan kanan pembalap menjadi satu-satunya traction control alami. Jika pembalap tidak cermat menjaga speed dan racing line, ya say goodbye pada pembalap lainnya yang lebih cepat di lintasan. Mengerem, rolling di tikungan dan gas pol menjadi sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan! Masa peralihan dari mengerem, menikung dan berakselerasi di kelas 800 cc harus halus dan menuntut kepekaan sang riders.
Bagaimana cara Rossi mengerem? Rossi mengerem dengan 3 jari secara habis-habisan (dengan 2 jari, Rossi merasa kurang yakin), baru sesaat sebelum masuk tikungan rem sedikit dikendurkan dan bersiap-siap untuk rebah. Saat mengerem habis di fase awal, tangan diluruskan untuk menahan gaya kinetik. Badan (pantat-red) dimundurkan hingga mentok ke belakang untuk menjaga kestabilan roda belakang. Saat sebelum memasuki tikungan, tangan dan kedua lutut diregangkan keluar untuk membantu pengereman. dengkul di arah yang berlawanan dengan tikungan dikeluarkan untuk membantu pengereman (rem udara kali ya???), sedangkan kaki sebelah dalam diturunkan layaknya balap Supermoto. Menurut Rossi, trik ini sebenarnya bagi dia sendiri hanyalah sebuah refleks, belum ada penelitian yang mengatakan trik ini membuat pembalap dapat lebih singkat dan membutuhkan jarak lebih sedikit dalam pengereman. Ia juga menambahkan, trik ini membuatnya merasa dapat mengerem lebih keras.
Stoner dan Pedrosa pun mengatakan hal yang sama. Hanya saja, Stoner mengakui teknik ini juga mempengaruhi keseimbangan dan titik berat. Pedrosa sebaliknya tidak banyak komentar layaknya the Doctor. Kata Pedrosa, cuma refleks dan membantu dalam pengereman keras dan lebih dekat dengan tikungan. Ketika ditanya lebih lanjut, kenapa tidak dari tahun-tahun kemarin ia menggunakan trik ini, Pedrosa menjawab: Sekarang kami mengerem lebih dekat dengan tikungan, tambah dekat.... (berarti tahun-tahun kemarin ga serius dong??!!!! Apa tidak mau ngaku ikut-ikutan Rossi??!!!).
Lanjut Bro...
Rossi mengatakan, doi mengerem 95 persen dengan ban depan dan 5% dengan ban belakang, Beda dibandingkan saat 500cc dan 990cc, saat itu dia menggunakan juga rem belakang untuk menstabilkan motor, sedangkan di zaman 800 cc, tugas ini diambil alih peranti elektronik. Yang 5 % itu di kelas 800 cc ya porsi remnya, sedikit memang, tetapi dibandingkan 0% lebih baik kan? Intinya, di kelas 800 cc rem belakang berfungsi untuk pengereman yang 5 % itu, sedangkan masalah stabilitas diambil alih peranti elektronik. (kita tinggalkan bagian agak membingungkan ini....)
Saat mulai memasuki tikungan, rem sebisa mungkin dilepas sedini mungkin, tentunya tanpa harus keluar dari racing line. Berbeda dengan 990 cc yang bisa mengerem hingga masuk dalam tikungan, 800 cc menuntut teknik balap berbeda. Jika teknik mengerem hingga masuk dalam tikungan di kelas 990 cc masih digunakan, pembalap di kelas 800 cc akan kehilangan kecepatan di tikungan. Di kelas 990 cc, hilangnya rolling speed akan dikejar dengan akselerasi yang lebih brutal dibandingkan kelas 800cc. Karena itulah, kecepatan di tikungan untuk kelas 800 cc lebih penting, dan lebih sesuai dengan karakteristik motor keseluruhan. Makanya pembalap yang over agressiv dengan gaya balap superbike tidak terlalu berkembang di kelas 800 cc!
Menurut Rossi, untuk bisa cepat di tikungan, dirinya berusaha mencari batas dimana ban depan tidak kehilangan traksi saat menikung sambil mengerem. Di kelas 800 cc, pembalap tidak bisa menggunakan teknik sliding dengan ban depan untuk mengurangi kecepatan, ya karena itu tadi, pada intinya motor 800 cc tidak mengerem ke dalam tikungan sedalam motor 990 cc. Kalau masih ngotot, ya kecepatan di tikungan terlalu turun! Rossi menambahkan, momen saat mulai melepas tuas rem sangat menentukan, sebab terlambat 10 meter saja, maka hilanglah kecepatan maksimal di tikungan (kalau kecepetan, ya jadilah kaya DePuniet tahun lalu yang hobi nge-gravel). Jadi, sebisa mungkin tuas rem dilepas sedini mungkin, sebab di kelas 800 cc yang paling menentukan adalah kecepatan saat motor rebah! Nah makanya Yamaha berjaya di 800 cc!
Ketika memasuki tikungan, tangan harus rileks dan berusaha untuk menemukan line yang tepat. Saat merebahkan motor menjadi moment yang menentukan, apakah linenya didapat atau tidak. Untuk dapat mempertahankan motor di line balapnya, Rossi menggunakan badan dan dengkulnya. Nah bagaimanakah Rossi menaklukkan tikungan? Tips-tips apa yang digunakan the Doctor untuk membuatnya menjadi sosok yang paling ditakuti pembalap lain di tikungan? Adakah tips dari Rossi yang bisa dipraktikkan saat mudik? Tunggu saja minggu depan........
Kata Wayne Rainey, sang juara dunia 500cc 1990, 1991 dan 1992 (pada tahun 1991):
Di kelas 500 cc tidak ada engine brake, ban depan sliding saat memasuki tikungan, jika saya memasuki tikungan itu terlalu cepat. Pada intinya, begini cara kerjanya: kamu rebahkan motor dan berusaha untuk mendapatkan feeling yang bagus di roda depan. Kalau kamu merasakan bagian depan bergerak dan ban depan perlahan menjadi tidak stabil, lebih jatuhkan badan kamu sedikit ke dalam tikungan. Ban depan akan sliding, dan kecepatan akan berkurang.
Untuk "menangkap" ban depan yang sliding memang agak "tricky". Saya harus mengerahkan semuanya: rem belakang, lutut saya dan tubuh bagian atas saya.
Kata Mick Doohan, sang juara dunia 500cc 1994-1998 (pada tahun 1991):
Beberapa pembalap merebahkan motornya tanpa benar-benar menikung, meskipun motornya rebah, arahnya tetap saja lurus. Di atas 500 cc pada intinya sliding lebih banyak terjadi di roda belakang. Jika roda depan sliding, topang badan kamu dengan lutut (di atas lintasan) dan berusaha untuk tetap tenang. Untuk dapat menjaga motor tetap pada racing line, selama rebah kamu harus "menggantung" ke setang dan mengarahkan arah roda depan ke arah luar/ berlawanan dari tikungan. Selain itu, kamu juga bisa mengendalikan dengan memberi bobot ke footstep. Menurut perhitungan saya, peranan tangan dan kaki disini 50:50.

sumber : http://corneringlovers.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar